THR = Tugas Hari Raya. HW HW HW !!!!

Author: Vena Vega /

COPAS FROM : note nya pimpim

* IPS
kerjakan worksheet ttg perang dunia

* Math
- kerjakan tugas di microsoft excel , soalnya ada di kertas yg di bagiin wkt itu .
- kirim k email yanda harry , alamat nya :
tanyain k ynda , aku juga lupa :D

* IPA
- baca dan rangkum bab 4 di power point
- kerjakan uji kompetensi nya

* Speaking Class
design your favorite room tea
( in pairs )

* Basa Sunda
tos gaduh buku , kalo ga salah penerbitnya teh Gapura Basa

* Bawa foto kalian
untuk FBYF
:Facebook Yanda Firman's .
yg d dinding tea..

kembali datang.

Author: Vena Vega /

blogger-emoticon.blogspot.com Hellaaawww !! hehe. sepi amat yah blognyaa ? gapapaa.. saya aja yang ngeramein udah cukup kok (maksaaa.. hikss.. blogger-emoticon.blogspot.com). Hmm, ada sebuah cerita nih.. saya tulis lewat sebuaah puisi--emm.. puisi bukan ya? bukan deh kayanyaa.. telanjang banget soalnyaa--
blogger-emoticon.blogspot.com-- hehehehe..

oke deh, dari pada banyak coincongg, langsung aja ya. Tulisan ini dibuat untuk seseorang untuk yang kedua kalinya :P

this:



Samar

tidak nyata.
aku tahu, lagi-lagi hubungan yang terjalin tidaklah
menatap mata, mendengar degup, menjabat tangan.
lagi-lagi aku menelusuri hati demi hati lewat sehempas
layar monitor, memfantasikan struktur udara lewat
tombol huruf-huruf, angka, bertuankan jari-jari
penuh bumbu snack di sebelah layar.

tidak perlu mandi untuk sekedar menyapa paginya,
tidak perlu sikat gigi untuk terbahak mendengar leluconnya,
tidak perlu mencuri waktu untuk menjamah matanya,
tidak perlu polesan dan gaun untuk menghabiskan
malam bersama dia.
karena lagi-lagi tidak ada yang nyata diantaranya.
tidak juga hubungan ini.

pesan, komentar, foto, video, apa lagi?
berusaha mengenal dia lebih dekat. Berharap liburan
nanti kembali ia uplode fotonya di jaringan sosial,
berharap sore nanti dapat minum teh dengan
bahagia di teras rumah bareng laptop,
membicarakan jutaan hal yang sudah menggantung
di ujung mulut, tapi berakhir pada tarian
jari yang menggila di atas keyboard..
ia tak mampu merasakan udara yang sama
karena aku tak mampu memindahkan
seluruh kehidupanku pada layar itu.
kisah pun berhenti sejenak,
berakhir pada bil top-up modem di akhir bulan.
menggelikan.

asal kau tahu, betapa ketidaknyataan ini
merenggut milyaran rasa dalam darah,
berusaha menyelesaikan perasaan yang sudah
terlanjur terbangun menyata di sela mustahilnya ia.
menghancurkan.
terakhir:
(dia) is now offline.
usai.







blogger-emoticon.blogspot.com hahaha. lebay yah ? wkwk. gapapa lah. terserah orang mau bilang apaa. haha. yang penting saya ini yang negrasa wkwk.

blogger-emoticon.blogspot.com [ tidak akan berhenti berjuang ] ! hahaha. walau harus dalam kehampaan blogger-emoticon.blogspot.com.

[ kepada dia: part 1]

Author: Vena Vega /

tidak lebih dari 2 sampai 3 karakter sms yang dia kirimkan.
ah, setelah 3 bulan tanpa aliran, rasanya saya ingin korslet.
biarlah sedikit sakit, tapi mengalihkan jalur listriknya sebentar saja.
untuk sekedar menghirupnya lagi,

kali ini, jauh lebih dalam.

dengar, menolak bukan berarti membenci.
kamu tidak tahu betapa bantal itu harus kujemur bertahun-tahun
setelah detik aku memutuskan keputusan
yang sesungguhnya tidak pernah aku harapkan.



*gelintir huruf dari kisah teman saya.

"Happy birthday.Wish u all d'best"

Sebaris huruf penuh rasa untuk saya. Kepada dia* saya mencintainya.



*dia=teman-teman vena :)

[ genre blog ]

Author: Vena Vega /

Hey.

Akhirnya, saya posting sesuatu yang baru
lagi di blog saya ini. Yah, walau internet dapat di akses setiap hari, saya kurang rajin mempost sesuatu yang baru di sini. Hahaha.blogger-emoticon.blogspot.com

Tulisan ini saya buat pagi hari pukul enam. Tidak tidur setelah sahur (Tumbeen.. hha). Hmm, teringat perkataan kaka sepupu saya beberapa hari kemarin, tentang kejelasan "genre" blog ini. Dia bilang, "Din, blog kamu tuh isinya tentang puisi-puisi gitu ya?" Apabolehbuat? Memang begitu kenyataanya, toh? Saya jadi ingin mengklarifikasi sesuatu yang sebetulnya belum pernah saya tetapkan.

Memang sih, dulu ketika membuat blog ini, niatan saya hanya untuk meng"share" puisi-puisi saya. Tapi, dewasa ini, saya jadi harus berpikir 2 kali untuk mempost puisi puisi saya. Kenapa? Teman saya, sesama blogger, yang juga sama sama pecinta puisi, memiliki blog yang Ia khususkan untuk mempost puisi-puisinya. Setiap ada puisi baru yang dia buat, dia share di blog nya itu. Hingga suatu hari, tiba-tiba seoonggok barisan puisi miliknya nempel di blog milik orang lain tanpa ada nama pembuatnya. Hal itu tentu membuatnya geram. Ia jadi frustasi sendiri. Sejak saat itu, ia menghapus semua puisi miliknya yang sudah terlanjur ia post di blog nya.

Kejadian itu tentu sangat tanpa arti jika yang mendengarnya tidak mampu mengambil maknanya. Termasuk saya. Sangat bodoh jika saya membiarkan berita itu begitu saja. Dengan cuek dan sok percaya diri, saya masih mem post puisi-puisi saya seenaknya? tentu tidak.

Yah, memang ada benarnya, jika puisi-puisi yang dibajak itu jadi "milik" orang lain akan membuat kita jadi termotivasi untuk membuat yang baru dan berusaha untuk lebih baik lagi. Sayangnya, saya adalah seseorang yang mengatasnamakan perasaan, mood, dan bahasa hati untuk menjadi alasan sya menulis puisi, Sehingga tidak begitu saja saya mampu merangkai huruf untuk menjadi sebuah puisi. Bagi saya, puisi pun punya harga diri. Tidak bisa begitu saja diciptakan, dan begitu saja dimusnahkan.

Apalagi, kemampuan bermanuver dengan diksi saya payah. Menjadikan puisi buatan saya jadi sedikit langka, karena tidak mampu menemukan diksi yang tepat, sehingga cukup jarang melahirkan puisi. Walau banyak manusia berbicara "Puisi itu hanya butuh nyawa, walau kedinginan tanpa baju sekalipun (telanjang)". Tapi saya tetap berfikir, bahwa puisi itu butuh kualitas bahasa yang cukup untuk memberi arti dari setiap nafas yang ia sampaikan.

Yahh, memusingkan, bukan? rumit? gajelas? tipee saya bangettt. haha.
Hmmm..


ada ide ngga?
blog ini mendingan saya ganti jadi blog "curhat" atau tetap jadi blog "puisi" ?
ditunggu j
awabannya. Thanks sudah membaca :)


ditempat,
yang sedang dalam keadaan bingung akut:
vena vega.

Penegak Diksi

Author: Vena Vega /


tertajam matanya menatap seoonggok pena di atas kertas,
terekam berbagai rasa atas nafasnya hari itu.
terbuka dengan sensitif sensor jiwanya setiap menangkap jejaknya angin.
ia menatap jingga merah tanpa ampun pada lamunan,
mencari sehelai huruf yang agung untuk menafsirkan sebuah penemuan.
ia tak sudi sajaknya tertawan dengan mudah.
ia inginkan hormat semua mahluk pada degupan penyair saat mengantar maksud,
temponya yang tak pernah tertuliskan,
tak pernah terumuskan,
tak pernah terperhitungkan,
tak pernah terlupakan.
PERSETAN atas piala tanpa makna!
PERSETAN atas penilaian tanpa indera ketujuh!
PERSETAN atas tuntunan berdrama kata!
100 orang beruntung tanpa jantung,
punya kesempatan bermain angan.
tak pernah ia sempatkan marahnya saat kecewa melecehkan ia
tak pernah ia sempatkan tangisnya yang membuncah dihadapan kakak penyalur.
ia berusaha redam pasukan emosi dalam setiap arterinya,
dengan diam pada siapapun yang mengingatkannya kembali atas kompetisi tanpa arti.

ia menulis:
"dan siapapun yang punya mata penembus rasa, dialah anakku selamanya."

hari itu,
kami:
4 orang tak berlazuardi,
hadir di hadapan penegak yang kami kecewakan.

salah satu diantara kami berusaha bernada:
"maaf."

dan setelah itu,
kami bertukar perasaan tanpa harus berbisingan.
dengan pelukan.
semuanya tuntas.
pecundang sehari pun terlekat pada murid syair.

dia.
penegak diksi.
mengajari kami cara berkomunikasi
dengan baju milik puisi,
agar tak selalu telanjang,
terasa kedinginan.



kepadatemanyangsangatakuidolakan.

Fambi.
agustus 2009.

keretakan .

Author: Vena Vega /

Malam ini, aku tak tahu keadaan diluar. Gorden warna pink pudar itu menutupi jendela satu-satunya di kamarku. Bintang-bintang tak mengetuk jendelaku, bulan tak meniupku, dan hujan tak mengelus kepalaku. Aku fikir, malam ini tenang. Namun aku salah. Karena esok, akan berbeda.

Dia. Menyatakan marah padaku saat aku harus bersedih. Membebaniku rasa peganggu. Salah paham saat aku menguntai kata untuk perpisahan. Mengataiku saat niatku adalah untuk memujinya. Dia tak tahu, dan tak mau mengerti. Aku berdo'a agar ia masih terjaga, memikirkanku. Agar ia bisa dengar suara angin yang menyampaikan pesanku. Bahwa dia salah memahami sesuatu. Tapi aku pun salah. Salah dalam menyampaikan maksud. Kini, yang mampu diandalkan hanyalah perasaan. Perasaan sayang yang akan mendorongnya untuk buat aku mengerti dan memaksa dirinya sendiri untuk menyadari. Atau perasaan benci yang akan melukai dirinya dan diriku. Bisakah kita berkomunikasi lebih layak? Lebih dewasa? Lebih bermakna? Aku punya komitmen yang tak mampu kau ubah secara paksa dengan amarah yang jadi ancaman. Kau harus mau mengerti aku kalau kau mau tahu bagaimana cara merengkuhku. Hei, kita masih punya kesempatan. Jangan kurung dirimu, bicaralah. Karena gagal menjemputku saat menghubungimu.