Penegak Diksi

Author: Vena Vega /


tertajam matanya menatap seoonggok pena di atas kertas,
terekam berbagai rasa atas nafasnya hari itu.
terbuka dengan sensitif sensor jiwanya setiap menangkap jejaknya angin.
ia menatap jingga merah tanpa ampun pada lamunan,
mencari sehelai huruf yang agung untuk menafsirkan sebuah penemuan.
ia tak sudi sajaknya tertawan dengan mudah.
ia inginkan hormat semua mahluk pada degupan penyair saat mengantar maksud,
temponya yang tak pernah tertuliskan,
tak pernah terumuskan,
tak pernah terperhitungkan,
tak pernah terlupakan.
PERSETAN atas piala tanpa makna!
PERSETAN atas penilaian tanpa indera ketujuh!
PERSETAN atas tuntunan berdrama kata!
100 orang beruntung tanpa jantung,
punya kesempatan bermain angan.
tak pernah ia sempatkan marahnya saat kecewa melecehkan ia
tak pernah ia sempatkan tangisnya yang membuncah dihadapan kakak penyalur.
ia berusaha redam pasukan emosi dalam setiap arterinya,
dengan diam pada siapapun yang mengingatkannya kembali atas kompetisi tanpa arti.

ia menulis:
"dan siapapun yang punya mata penembus rasa, dialah anakku selamanya."

hari itu,
kami:
4 orang tak berlazuardi,
hadir di hadapan penegak yang kami kecewakan.

salah satu diantara kami berusaha bernada:
"maaf."

dan setelah itu,
kami bertukar perasaan tanpa harus berbisingan.
dengan pelukan.
semuanya tuntas.
pecundang sehari pun terlekat pada murid syair.

dia.
penegak diksi.
mengajari kami cara berkomunikasi
dengan baju milik puisi,
agar tak selalu telanjang,
terasa kedinginan.



kepadatemanyangsangatakuidolakan.

Fambi.
agustus 2009.